Rabu, 14 Januari 2009

Cerpen Perdana :P

Hihihihi….
Satu kata untuk cerpen dibawah: Nggilaniiiiiiiiiiiii….!!
Jadi gini ceritanya, kurang lebih SETAHUN yang lalu ada lomba bikin surat buat orang tersayang di ikastara.org. Saya dipaksa2 ikut ama si bang mandor forum. Tapi sampai waktu yang ditentukan, gak Saya kirim2 juga ni karya. Alasannya adalah, bahwa Saya tidak PD dan Saya menganggap ini adalah karya imajiner yang sunguh njelehi. Selain itu Saya juga males kalo ada pihak yang merasa menjadi bagian dalam cerita tsb. :P
Gak tau, kok bisa berimajinasi sampe senjelei itu. Sejujurnya, emang agak terinspirasi dari kisah masa lalu.
Nah..daripada Cuma tersave di folder komputerku, tak ada salahnya klo sedikit dipamerkan. Hihihi….
…………….
………………………..
…………………………………..

Hari ini aku telah lancang menorehkan seberkas kata yang sudah 3 tahun tersimpan dalam relung jiwaku.
3 tahun? Semoga kamu cukup sadar bahwa itu adalah waktu yang cukup lama.
Hingga waktu jua yang memutuskan bahwa aku harus berani untuk mengungkapkan.
Ya…untuk mengungkapkan segala rasa yang terpendam.

Ah…aku bingung!
Aku tidak pernah seserius ini, apalagi di dalam menulis sebuah surat.
Aku lebih senang jika aku mendapat kesempatan untuk bisa mengungkapkan secara langsung padamu. Ya, maksudku aku ingin sekali bertemu denganmu.
Setidaknya dengan cara itu kamu bisa tahu bagaimana ekspresi wajahku dalam setiap letupan emosi jiwaku, baik itu senang maupun sedih.
Namun apa daya. Hingga detik ini pun aku tak tahu kamu ada dimana.

Alvian Syah Rifky. Lihat, aku masih hafal benar kan nama lengkapmu? Dan nama itulah yang selalu aku ketikkan dalam pencarian Google maupun Yahoo selama 3 tahun ini. Untuk apa? Untuk mengetahui keberadaanmu, Alvian! Hanya itu satu-satunya cara untuk mengobati rasa ingin tahuku selama ini. Dan selama 3 tahun juga aku terus menerima kekecewaan luar biasa karena tidak mendapatkan informasi bermakna tentang dirimu.

Bukan aku tak mau mencari tahu dimana keberadaanmu. Sudah! Aku rajin mengirimimu email. Hanya itu satu-satunya cara paling aman, bagimu. Tapi tak satupun aku menerima balasan. Sempat aku mencoba untuk menghubungi orang tuamu di Palembang. Tapi sama saja, nihil. Tak ada berita!

Alvian, tahukah kamu, bahwa malam perpisahan kita dulu adalah sebuah momen yang terus saja terngiang 3 tahun belakangan ini.
Suasana malam itu sungguh berbeda. Seharusnya aku bahagia karena Aula Sekolah kita telah disulap menjadi panggung spektakuler. Tapi khusus di malam itu, aku merasakan bahwa panggung itu adalah panggung yang sangat mencekam. Seolah-olah ia membisikkan kata bahwa aku akan ditinggalkan oleh orang yang sangat kusayangi. Ya, itu kamu, Alvian!
Dan ia tidak salah, toh itu memang malam terakhir kita.
Untaian lagu terus bergulir menggemparkan Aula malam itu.
Hingga saatnya kita mendengarkan lagu yang terdengar sangat lembut.
Dan mengena!
Kaupun turut menyanyikannya untukku. Tatap matamu tak pernah beralih dari mataku sepanjang kau mengalunkan nada-nada itu. Jari-jemarimu pun tak lepas dari genggamanku.
Dan aku percaya, bahwa kau tulus dalam menyanyikan lagu itu.
“ Selamat tinggal kasih sampai jumpa kita nanti. Aku pergi takkan lama. Hanya sekejap saja ku akan kembali lagi. Asalkan engkau setia menanti”
Ya. Itulah kata-kata terakhirmu.

Aku bukanlah orang yang mudah putus asa. Pun juga bukan orang yang gemar melanggar janji. Aku terlalu sabar dalam menghadapi gejolak rasa ini. Hingga beberapa minggu yang lalu, aku terdecak kagum ketika melihat hasil pencarian Google dengan menggunakan namamu.

“Alvian Syah Rifky. Seorang jenius cerdas dan berbakat yang kini telah berhasil menjuarai National English Debate sekaligus menjadi The Best Speaker. Alvian beserta tim akan mewakili Indonesia dalam International English Debate……”

Aku hanya sanggup tersenyum saat itu.
Ternyata kamu sudah menjadi orang hebat ya sekarang. Dan aku baru tahu kalo kamu ternyata jago bahasa Inggris. Setahuku, zaman kita saling beradu nilai, aku selalu mendapat nilai 9 dan kamu selalu mendapat nilai 7.

Aku Cuma berpikir, mungkin kamu sedang sibuk meraih mimpi-mimpimu sampai-sampai kamu tidak memberiku kabar sama sekali. Aku ingat betul, Alvian! Kau pernah bercerita padaku bahwa kau ingin keliling Eropa dan membawa nama baik bangsa kita. Kau selalu mengungkapkan padaku dengan semangat yang menggebu-gebu. Dan aku pun tak bosan untuk selalu menyemangatimu.

Tapi aku adalah perempuan biasa, Alvian.
Aku ingin, sekali saja, kau memberiku kabar.
Kabar yang langsung datang dari dirimu, bukan kabar burung yang selama ini sering aku dengar.

Mungkin, ah…tapi aku harap tidak. Mungkin kau memang telah melupakan aku, Alvian. Mungkin aku hanyalah sepercik kenangan lalu yang kini sudah tak berarti buatmu.
Tapi tidak untukku, Alvian.
Perjalanan yang sempat kita alami bersama beberapa tahun yang lalu terlalu menyeretku ke dalam lintasan emosional yang sangat dalam.
Kamu terlalu berarti bagiku. Mungkin aku tidak akan bisa menjadi seperti ini jika dulu aku tidak mengenalmu.
Ah… memang perasaanku terlalu dalam.

Dalam setiap ibadahku, selalu aku lantunkan doa agar kamu senantiasa diberikan kesehatan dan kebahagiaan di sana.

Semoga surat ini bisa sampai di tanganmu, Alvian.
Tidak, aku tidak memaksa kamu untuk mempunyai perasaan yang sama seperti 3 tahun lalu.
Satu pintaku, berikan aku kabar.
Itu saja.

Bersambung?

Cemburuu

Terkadang, ingin rasanya hidup tanpa gadget, tanpa medsos. Godaannya banyak Cin. Terutama nih, terutama klo liat kesuksesan teman2 jaman ...